Abon
Tangan 3 pekerja di pabrik abon milik Suyati di Salatiga, Boyolali, Jawa Tengah, trengginas memasukan tumpukan koro pedang ke mesin penggiling. Di sudut lain 3 pekerja lagi sibuk mencampur daging sapi , hasil gilingan koro pedang, dan bumbu dalam sebuah wadah berdiameter 80 cm. koro pedang Canavalia ensiformis digunakan sebagai campuran utama pada pembuatan abon.
Industri abon lazim mencampurkan kacang-kacangan untuk menekan harga jual. ‘Supaya terjangkau seluruh lapisan masyarakat,’ kata Suyati. Ia menggambarkan untuk membuat 1 kg abon dibutuhkan 3,3 kg daging sapi yang harganya Rp55.000/kg. ‘Kalau tidak ada campuran harga abon minimal Rp181.500/kg. Terlalu mahal,’ imbuhnya. koro pedang dipilih selain harganya relatif murah Rp4.500/kg, juga abon lebih mengembang. Suyati yang mewarisi pabrik abon dari sang ayah, Kukoh Suwanto, itu menambahkan 15 kg koro pedang pada 3 kg daging.
Suyati pernah menggunakan kacang tanah Arachis hypogaea, kacang tunggak Vigna unguiculata, kluwih Artocarpus altilis, dan ubijalar Ipomea batatas sebagai campuran abon. Namun, keempat bahan campuran ini tidak memberikan hasil terbaik pada abon. Kacang tanah yang sekilonya Rp10.000 – Rp12.000, misalnya, membuat abon berminyak.
Menurut Prof Dr Ir Sri Handajani MSc dari Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, kacang tanah kaya kandungan lemak. Ketika kacang tanah digoreng, lemak keluar dan diserap oleh daging sapi. Akibatnya tekstur abon yang seharusnya bulky alias mengembang malah basah berminyak.
Ubijalar membuat abon lembek. Begitu juga kluwih, menyebabkan abon kaku tak renyah. Sedangkan kacang tunggak cepat basi. Adonan yang sudah dibuat harus segera dicampur dengan abon. Berbeda dengan koro pedang, ‘Disimpan 1 hari juga tidak apa-apa, asal direbus matang,’ ungkap Suyati yang menggeluti pembuatan abon sejak 21 tahun lampau.
Tempe
Selain dijadikan campuran abon, menurut Prof Dr Ir Imas Siti Setiasih SU dari Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, koro pedang potensial dijadikan sumber bahan baku tempe yang selama ini menggunakan kedelai. koro pedang kaya protein yang dibutuhkan untuk regenerasi sel dan pembentukan sel baru bagi anak-anak. Tempe 100% terbuat dari kacang kara itulah yang disajikan Hj Evan Sofiah di Bandung, kepada para tamu dan sebagai lauk untuk anak-anaknya ketika makan. ‘Tempe dari bahan dasar koro pedang lebih gurih,’ kata Sofiah.
Toh nada sumbang masih kerap terdengar, karena koro pedang mengandung racun asam sianida (HCN). Namun, kekhawatiran itu ditepis oleh Prof Dr Ir Iyan Sofyan MSc dari Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Parahyangan Bandung. Riset Iyan dan Rika Sartika membuktikan tempe berbahan koro pedang aman dikonsumsi, asalkan prosesnya benar. ‘Biji koro pedang direndam dan direbus sebelum digunakan,’ kata Iyan.
Dengan perendaman, terjadi hidrolisis: ikatan glukosa sianida dari glukosida sianogenik dipecah menjadi asam sianida bebas. Pun perebusan berfungsi untuk menguapkan asam sianida dari molekul linamarin. Biji koro pedang yang melunak akibat perebusan menjadi tempat yang nyaman bagi pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus. Kapang yang berperan memfermentasi bahan baku tempe itu tak dapat tumbuh pada biji yang keras. Selama proses fermentasi koro pedang mengalami perubahan fisik dan kimia: menjadi lunak dan mudah dicerna serta bau langu pun hilang.
Aman
Riset Iyan menunjukkan perendaman selama 4 hari alias 96 jam menurunkan kadar sianida dalam koro pedang. Jika awalnya dalam kara terdapat 71,23 mg/kg sianida, dengan perendaman 96 jam hanya tersisa 9,369 mg/kg. Perendaman 48 jam menurunkan kadar sianida menjadi 11,907 mg/kg; 72 jam, 10,06 mg/ kg. Sementara perebusan selama 1 jam menurunkan kadar sianida 14,742 mg/kg; 2 jam, 11,340 mg/kg; dan 3 jam, 5,670 m/kg. Penurunan kadar sianida semakin besar jika koas – sebutan koro pedang di Jawa Barat – dipotong kecil-kecil terlebih dahulu.
Yang terbaik menurut Iyan perendaman 96 jam dan perebusan selama 1 jam serta pemberian kapang 0,4% dari total bobot koro pedang. Hasilnya selain kadar sianida rendah, juga diperoleh aroma, rasa, serta tekstur tempe yang optimal. Jika proses tersebut dilakukan dengan benar, kandungan sianida yang tadinya 73 ppm menyusut menjadi 0,02 ppm. Angka itu jauh di bawah batas aman konsumsi 45 – 54 ppm. Kepastian aman itulah yang membuat ruangan berukuran 8 m x 6 m tempat pembuatan abon milik Suyati berdenyut hingga sekarang.
Nah seluruh pabrik Abon di surakarta,boyolali,salatiga, banten dah mulai menggunakan koro pedang. bagaimana dengan pabrik abon yang lain??silahkan mengikuti.
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=2199
http://koropedang.wordpress.com
Tangan 3 pekerja di pabrik abon milik Suyati di Salatiga, Boyolali, Jawa Tengah, trengginas memasukan tumpukan koro pedang ke mesin penggiling. Di sudut lain 3 pekerja lagi sibuk mencampur daging sapi , hasil gilingan koro pedang, dan bumbu dalam sebuah wadah berdiameter 80 cm. koro pedang Canavalia ensiformis digunakan sebagai campuran utama pada pembuatan abon.
Industri abon lazim mencampurkan kacang-kacangan untuk menekan harga jual. ‘Supaya terjangkau seluruh lapisan masyarakat,’ kata Suyati. Ia menggambarkan untuk membuat 1 kg abon dibutuhkan 3,3 kg daging sapi yang harganya Rp55.000/kg. ‘Kalau tidak ada campuran harga abon minimal Rp181.500/kg. Terlalu mahal,’ imbuhnya. koro pedang dipilih selain harganya relatif murah Rp4.500/kg, juga abon lebih mengembang. Suyati yang mewarisi pabrik abon dari sang ayah, Kukoh Suwanto, itu menambahkan 15 kg koro pedang pada 3 kg daging.
Suyati pernah menggunakan kacang tanah Arachis hypogaea, kacang tunggak Vigna unguiculata, kluwih Artocarpus altilis, dan ubijalar Ipomea batatas sebagai campuran abon. Namun, keempat bahan campuran ini tidak memberikan hasil terbaik pada abon. Kacang tanah yang sekilonya Rp10.000 – Rp12.000, misalnya, membuat abon berminyak.
Menurut Prof Dr Ir Sri Handajani MSc dari Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, kacang tanah kaya kandungan lemak. Ketika kacang tanah digoreng, lemak keluar dan diserap oleh daging sapi. Akibatnya tekstur abon yang seharusnya bulky alias mengembang malah basah berminyak.
Ubijalar membuat abon lembek. Begitu juga kluwih, menyebabkan abon kaku tak renyah. Sedangkan kacang tunggak cepat basi. Adonan yang sudah dibuat harus segera dicampur dengan abon. Berbeda dengan koro pedang, ‘Disimpan 1 hari juga tidak apa-apa, asal direbus matang,’ ungkap Suyati yang menggeluti pembuatan abon sejak 21 tahun lampau.
Tempe
Selain dijadikan campuran abon, menurut Prof Dr Ir Imas Siti Setiasih SU dari Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, koro pedang potensial dijadikan sumber bahan baku tempe yang selama ini menggunakan kedelai. koro pedang kaya protein yang dibutuhkan untuk regenerasi sel dan pembentukan sel baru bagi anak-anak. Tempe 100% terbuat dari kacang kara itulah yang disajikan Hj Evan Sofiah di Bandung, kepada para tamu dan sebagai lauk untuk anak-anaknya ketika makan. ‘Tempe dari bahan dasar koro pedang lebih gurih,’ kata Sofiah.
Toh nada sumbang masih kerap terdengar, karena koro pedang mengandung racun asam sianida (HCN). Namun, kekhawatiran itu ditepis oleh Prof Dr Ir Iyan Sofyan MSc dari Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Parahyangan Bandung. Riset Iyan dan Rika Sartika membuktikan tempe berbahan koro pedang aman dikonsumsi, asalkan prosesnya benar. ‘Biji koro pedang direndam dan direbus sebelum digunakan,’ kata Iyan.
Dengan perendaman, terjadi hidrolisis: ikatan glukosa sianida dari glukosida sianogenik dipecah menjadi asam sianida bebas. Pun perebusan berfungsi untuk menguapkan asam sianida dari molekul linamarin. Biji koro pedang yang melunak akibat perebusan menjadi tempat yang nyaman bagi pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus. Kapang yang berperan memfermentasi bahan baku tempe itu tak dapat tumbuh pada biji yang keras. Selama proses fermentasi koro pedang mengalami perubahan fisik dan kimia: menjadi lunak dan mudah dicerna serta bau langu pun hilang.
Aman
Riset Iyan menunjukkan perendaman selama 4 hari alias 96 jam menurunkan kadar sianida dalam koro pedang. Jika awalnya dalam kara terdapat 71,23 mg/kg sianida, dengan perendaman 96 jam hanya tersisa 9,369 mg/kg. Perendaman 48 jam menurunkan kadar sianida menjadi 11,907 mg/kg; 72 jam, 10,06 mg/ kg. Sementara perebusan selama 1 jam menurunkan kadar sianida 14,742 mg/kg; 2 jam, 11,340 mg/kg; dan 3 jam, 5,670 m/kg. Penurunan kadar sianida semakin besar jika koas – sebutan koro pedang di Jawa Barat – dipotong kecil-kecil terlebih dahulu.
Yang terbaik menurut Iyan perendaman 96 jam dan perebusan selama 1 jam serta pemberian kapang 0,4% dari total bobot koro pedang. Hasilnya selain kadar sianida rendah, juga diperoleh aroma, rasa, serta tekstur tempe yang optimal. Jika proses tersebut dilakukan dengan benar, kandungan sianida yang tadinya 73 ppm menyusut menjadi 0,02 ppm. Angka itu jauh di bawah batas aman konsumsi 45 – 54 ppm. Kepastian aman itulah yang membuat ruangan berukuran 8 m x 6 m tempat pembuatan abon milik Suyati berdenyut hingga sekarang.
Nah seluruh pabrik Abon di surakarta,boyolali,salatiga, banten dah mulai menggunakan koro pedang. bagaimana dengan pabrik abon yang lain??silahkan mengikuti.
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=2199
http://koropedang.wordpress.com